Jumat, 11 November 2011

MONOLOG ANDI SAHLUDIN ANGKAT KERUSAKAN ALAM KALSEL

Oleh: HE. Benyamine

Pentas pamit Kelompok Halilintar dalam rangka mengikuti Liga Monolog Indonesia (LMI) di Bandung 2011 di Gedung Balairung Sari Tama Budaya Kalimantan Selatan, pada Jum’at sore (16.00 Wita), 4 November 2011, dengan mementaskan monolog “2000 + 25 = S.O.S!” karya YS. Agus Suseno mampu menghadirkan suasana yang mencekam dan sekaligus mengingatkan tentang kerusakan alam yang tidak hanya sekedar berita-berita, atau sebagian penonton yang hadir tidak merasakan secara langsung dari kerusakan alam yang sedang berlangsung di Kalimantan Selatan dan wilayah lainnya karena akibatnya tidak begitu langsung terjadi dan langsung dihadapi, tetapi sebagiannya perlahan-lahan dan dalam bentuk lain. Namun, sangat kontras dengan mereka yang langsung berhadapan dengan penggusuran tanah, hutan-hutan yang menjadi bagian hidupnya dibabat dengan kerakusan yang sangat, dan tercerabutnya dari budaya. Pementasan yang berdurasi sekitar 20 menit (tanpa setting panggung) ini disutradrai oleh Andi Sahludin (AS) yang sekaligus berperan sebagai aktor.

Dengan pembuka yang apik dan mimik yang menunjukkan ekspresi kemarahan, AS mengawali kemampuannya dalam hal vocal, ada kekuatan dan kegeraman dengan menumpahkan ganjalan batin dan lahir sebagai seorang tokoh dalam pentas: “Dalam suram mencekam, meruapkan “bau kematian”. Ia datang, ia datang …. Tertatih, mempertahankan martabat. Mempertahankan kedaulatan. Ia harus bicara, memang harus bicara. Bukan kepada manusia, sebab manusia tidak dapat dipercaya. Ia hanya bicara pada Ning Diwata, kepada serunai bambu dan gendang yang tak lagi bertalu, kepada gong dan giring-giring yang tak lagi berpadu. Juga lalaya dan lilihi yang tak lagi ada. Ia berharap arwah data-datu, yang kuburannya tergurus mendengar .... “ Ada suasana magis yang menyeruak ke dalam gedung pertunjukkan; seakan penonton dibawa AS untuk masuk pada imajinasi magis bersama Ning Diwata, serunai bambu, gendang, giring-giring, lalaya, dan lilihi.

Setelah menghadir suasana magis yang cukup berhasil, ditunjang setting panggung yang baik, meski kurang diperkuat tata lampu dalam permainan cahaya, dan musik yang agak lemah, AS mulai mesuk pada plot yang datar; kehidupan tenteram meski hasil panen tak melimpah, kehadiran pendatang dengan alat berat, mulai ada benturan atas pandangan terhadap hutan, krisis terjadi dengan benturan dan perlawanan, dan yang akhirnya ketidakberdayaan warga masyarakat penghuni hutan. Dengan gestur dan gait yang masih ada ketidakstabilan, konsisten dalam pilihan gerak, dapat ditutupi oleh mimik yang dapat dikatakan stabil hingga akhir. Keletihan sepertinya tidak dapat disembunyikan AS dalam pementasan kali ini.

Alur cerita berjalan begitu terkendali dengan bloking yang baik. Perpindahan AS mendapat dukungan dari setting panggung yang baik, sehingga suasana yang magis dapat dipertahankan. Dalam hal bloking sebenarnya dapat diberi kekuatan yang lebih dengan tata lampu dan music yang lebih padu, dan memperkuat ide cerita, dan suasana sebagai gambaran adanya SOS yang hadir dalam benak para penonton. Hal ini masih perlu diperhatikan, karena masih banyak peluang untuk memanfaatkan berbagai perlengkapan yang mendukung yang sebenarnya tersedia.

Sebagaimana alur cerita yang menggambarkan “kemarahan” dari alam arwah atas kerusakan alam yang terjadi, sehingga datang kutukan dalam bentuk bencana, AS cukup mampu menghentikan sesaat detak jantung penonton, seakan penonton digiring dalam langsung hadir dalam suasana tersebut. Namun demikian, suasana magis terasa berkurang, dan lebih pada suasana SOS yang sifatnya sesaat, karena magis yang berkurang tersebut membuat kesadaran penonton lebih disentuh dibandingkan perasaannya.

Di samping itu, artikulasi AS dalam pementasan kali ini, ada bebarapa bagian yang tidak begitu jelas, sehingga cukup mengganggu dalam menggiring penonton untuk tetap dalam suasana magis dan SOS. Apalagi ada beberapa pilihan kata yang kurang tepat, seperti untuk menggambarkan bencana; banjir datang, kemarau datang. “Kemarau datang” sebagai padanan kekeringan panjang sebagai lawan banjir, jelas tidak tepat dan cukup vatal dalam pengetahuan tentang bencana. Karena, yang namanya kemarau suatu keniscayaan pada musim di Indonesia, ada atau tidak adanya bencana, kemarau akan datang sebagai pergantian musim hujan, dan sebaliknya. Begitu juga dengan “bola” yang diangkat actor yang masih perlu adegan yang menunjukkan sebagai sesuatu yang penting dalam pementasan ini, karena “bola” seperti sesuatu yang asing.

Pada akhir pementasan, sempat terbayang ending yang mengejutkan berdasarkan: “berharap arwah data-datu, yang kuburannya tergurus mendengar ....”. Klimaks yang mungkin dapat dipertimbangkan dalam pementasan ini. Setelah berdiri di atas kuburan, pementasan berakhir dengan menghadirkan suasana hancurnya berantakan kuburan dengan diiringi mantra-mantra balian yang semakin lama semakin sayup terdengar dengan permainan tata cahaya dan tata music yang padu. Tapi, hal ini merupakan pilihan dan pandangan sutradara, karena berbagai alasan yang tidak dapat dilihat oleh penonton selain apa yang dipentaskan di panggung. Naskah ini juga pernah dipentaskan actor Yadi Muryadi, dengan warna magis yang begitu kental, dengan mengambil tokoh balian yang sangat magis, yang berharga untuk diperhatikan sebagai pembanding pilihan AS sebagai warga biasa (masih agak ragu?) sebagai tokoh dalam naskah yang sama.

Pentas pamet Teater Halilintas sore itu secara keseluruhan dapat dikatakan sukses. Meskipun dalam penampilannya ada keletihan dan beban berat yang tidak dapat disembunyikan, sehingga tentu saja mempengaruhi stamina, baik actor maupun kru pendukungnya. Ada sedikit yang mengganggu, jika prolog dianggap sebagai bagian penting dari pementasan, maka prolog dalam pementasan monolog 2000 + 25 = S.O.S! merupakan gangguan suasana yang cukup berarti, apalagi terlalu panjangnya ulasan tentang pengarang karya ini, terlebih lagi ada intonasi yang tinggi untuk institusi tertentu, dan dibawakan dengan warna vocal layaknya actor di panggung.

Pementasan monolog teater Halilintar sore itu menunjukkan hal yang membanggakan, yang sudah seharusnya mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Sukses untuk teater Kelompok Halilintar, mengejutkanlah terus dengan karya-karya lainnya.

Tidak ada komentar: